love.love.nutrition

love.love.nutrition
love.food.love.nutrition.love.life^^

Rabu, 27 April 2011

RESUME BAB 8. BUDAYA

BAB 8. BUDAYA
(CHAPTER EIGHT. CULTURE)

Budaya merupakan salah satu unsur lingkungan sosial konsumen yang mempengaruhi pembentukan perilaku konsumen. budaya adalah segala nilai, pemikiran, simbol yang mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayan, dan kebiasaan seseorang dan masyarakat. Budaya bukan hanya yang bersifat abstrak seperti nilai, pemikiran, dan kepercayaan; budaya bisa berbentuk objek material. Rumah, kendaraan, peralatan elektronik, pakaian adalah contoh-contoh produk yang bisa dianggap sebagai budaya suatu masyarakat. Objek material dari budaya disebut sebagai artifak budaya (cultural artifacts) atau manifestasi material dari sebuah budaya. suatu nilai-nilai bisa dianggap sebagai makna budaya (cultural meaning) jika semua orang dalam sebuah masyarakat memiliki pemahaman yang sama terhadap nilai-nilai tersebut.
            Engel, Blackwell dan Miniard (1995) menyebutkan 10 sikap dan perilkau yang sangat dipengaruhi oleh budaya, yaitu sebagai berikut.
  1. Kesadaran diri dan ruang (sense of self and space)
  2. Komunikasi dan bahasa.
  3. Pakaian dan penampilan.
  4. Makanan dan kebiasaan makan.
  5. Waktu dan kesadaran akan waktu.
  6. Hubungan keluarga, organisasi dan lembaga pemerintah.
  7. Nilai dan norma.
  8. Kepercayaan dan sikap.
  9. Proses mental dan belajar.
  10. Kebiasaan kerja.



Unsur – Unsur Budaya
Budaya terdiri dari berbagai unsur yaitu sebagai berikut.
  1. Nilai (value), adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat. Nilai akan mempengaruhi sikap seseorang yang kemudian sikap akan mempengaruhi perilaku seseorang. beberapa contoh nilai-nilai yang dianut orang Indonesia yaitu,
    1. Laki-laki adalah kepala keluarga.
    2. Menghormati orangtua dan orang yang lebih tua.
    3. Hamil diluar nikah adalah aib.
  2. Norma (norms), lebih spesifik daripada nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang perilaku yang diterima dan yang tidak diterima. norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Norma terbagi ke dalam dua macam, yaitu.
    1. Enacted norms, norma yang disepakati berdasarkan aturan pemerintah dan ketatanegaraan, biasanya berbetuk undang-undang dan jika dilanggar akan diberikan sanksi.
    2. Cresive norm, norma yang ada dalam budaya dan bisa dipahami dan dihayati jika orang tersebut berinteraksi dengan orang-orang dari budaya yang sama. ada tiga jenis cresive morm, yaitu:
·   Kebiasaan (custom): berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang diterima secara budaya. Contoh kebiasaan dapat menyangkut berbagai jenis perayaan yang dilakukan secara terus meneus dan rutin, seperti upacara perkawinan, upacara pemakaman, upacara keagamaan dan lainnya.
·   Larangan (mores): bentuk kebiasaan yang mengandung aspek moral biasanya berbetuk tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu masyarakat. Pelanggaran dapat mengakibatkan sanksi sosial. contoh larangan adalah anak gadis tidak boleh duduk di depan pintu (pamali) dan tangga, dengan alasan apabila hal tersebut dilakukan nanti akan terjadi sesuatu yang buruk, yang bisa berakibat susah dapat jodoh.
·   Konvensi (conventions): menggambarkan norma dalam kehidupan sehari-hari. Contoh konvensi adalah makan bubur dengan sambal, minum teh dan kopi selalu dengan gula.
  1. Mitos, menggambarkan sebuah cerita atau kepercayaan yang mengadung nilai dan idealism bagi suatu masyarakat. Contoh mitos misalnya pada masyarakat Jawa memiliki mitos Wali Songo. Mitos juga dapat dijadikan bahan untuk membuat iklan, dengan membuktikan kebenaran mitos tersebut secara ilmiah seperti pada iklan Sariwangi yang berusaha membenarkan beberapa mitos mengenai teh kemudian menyampaikannya dalam bentuk iklan.
  2. Simbol, adalah segala sesuatu (benda, nama, warna, konsep) yang memiliki arti penting lainnya (makna budaya yang diinginkan). Contoh simbol adalah bendera kuning yang dipasang di suatu tempat menandakan terdapat warga yang meninggal di daerah tersebut.

Pengaruh Budaya Terhadap Perilaku Konsumen
            Produk dan jasa memainkan peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi budaya, karena produk mampu membawa pesan makna budaya. Makna budaya adalah nilai-nilai, norma-norma dan kepercayaan yang dikomunikasikan secara simbolik. Makna budaya akan dipindahkan ke produk dan jasa, dan produk kemudian dipindahkan ke konsumen. Makna budaya atau makna simbolik yang telah melekat pada produk akan dipindahkan kepada konsumen dalam bentuk pemilikan produk (possession ritual), pertukaran (exchange ritual), pemakaian (grooming ritual), dan pembuangan (divestment ritual).
Budaya Populer
            Masyarakat modern yang hidup di hampir semua negara memiliki kesamaan budaya, yaitu budaya populer. Mowen dan Minor (1998) mengartikan budaya populer sebagai budaya masyarakat banyak. Budaya populer bisa dinikmati oleh sebagian besar masyarakat suatu bangsa. Budaya populer akan mempengaruhi perilaku konsumen. Beberapa jenis budaya populer diuraikan sebagai berikut.
  1. Iklan, dalam berbagai bentuknya seperti dalam media cetak (Koran, majalah, dll), media elektronik (televisi, radio, internet, dll) dan media ruang (billboard, spanduk, dll) telah menjadi ciri masyarakat modern. Iklan telah menjadi budaya internasional, karena pemutaran iklan bisa lintas negara misalnya iklan dari negara lain dapat diputar di tanah air Indonesia.
  2. Televisi, telah menjadi medium yang sangat banyak menciptakan budaya populer. Televisi adalah medium untuk menyampaikan banyak hal kepada masyarakat: sosial, politik, hiburan, olahraga, beragam berita, dan iklan komersial.
  3. Musik, telah menjadi ciri dari kehiduapan masyarakat sejak berabd-abad yang lalu dan semakin penting kehadirannya pada masyarakat modern. Kemajuan teknologi menyebabkan musik dari berbagai Negara dapat dinikmati oleh suatu masyarakat dari Negara yang berbeda. Musik menjadi budaya populer yang sangat penting. Musik juga sangat terkait dengan iklan dan televisi.
  4. Radio, memiliki peranan penting pada masyarakat modern terutama bagi konsumen yang tinggal di kota-kota besar. Radio memiliki fungsi yang sama dengan televisi yaitu medium untuk menyampaikan berbagai hal kepada masyarakat termasuk medium untuk beriklan. Selain itu, juga terdapat budaya interaktif antara pendengar radio dengan penyiar ataupun reporter radio. Acara interaktif pun telah memiliki fungsi sosial yang sangat penting.
  5. Pakaian dan Asesoris, menggambarkan suatu budaya dan bangsa. Pakaian sehari-hari yang dikenakan oleh konsumen di hampir semua negara memiliki kesamaan. pakaian tersebut telah menjadi budaya populer yang global.
  6. Permainan (games), dapat diakses melalui berbagai media elektronik misalnya pada mesin game seperti nintendo, sega, dan playstation, ataupun yang lebih mudah diakses dengan komputer melalui fungsi internet (situs-situs game).
  7. Film, telah mewarnai kehidupan masyarakat di Indonesia bahkan masyarakat dunia. Hampir setiap hari dan malam, semua stasiun televise menayangkan beragam film baik untuk orang dewasa, anak-anak maupun remaja.
  8. Komputer, internet dan telepon genggam telah menjadi budaya modern suatu bangsa pada dekade ini termasuk ciri budaya populer masyarakat Indonesia. Kehadiran tiga teknologi tersebut telah membawa perubahan kepada perilaku konsumen.
Budaya dan Strategi Pemasaran
            Pemahaman tentang budaya suatu masyarakat dan bangsa akan memberikan inspirasi mengenai produk yang dibutuhkan oleh konsumen.  Misalnya, selama berabad-abad bangsa Indonesia telah memiliki budaya untuk menggunakan tumbuh-tumbuhan local untuk merawat kecantikan, menjaga kebugaran tubuh dan menyembuhkan berbagai penyakit. kebiasaan tersebut diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya sampai zaman modern saat ini. Beberapa orang ataupun perusahaan yang memiliki insting bisnis atau kewirausahaan memanfaatkan pengetahuan budaya tersebut untuk membuat produk-produk obat tradisional atau yang dikenal sebagai Jamu. Perusahaan Nyonya Meneer memanfaatkan budaya tersebut untuk memproduksi jamu sesuai kebutuhan konsumen dengan menggunakan peralatan industri yang modern.
           
......summarized by Desi Erfi Susanti (majoring in Departement of Community Nutrition, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia) based on Ujang Sumarwan.2003. Perilaku Konsumen: teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Consumer Behaviour: Theory and Application in Marketing)

Senin, 11 April 2011

RESUME BAB 5. PROSES BELAJAR KONSUMEN


BAB 5. PROSES BELAJAR KONSUMEN
(CHAPTER FIVE. CONSUMER LEARNING PROCESS)

Arti proses belajar :
Belajar = proses dimana pengalaman akan membawa kepada perubahan pengetahuan, sikap/perilaku.
Syarat proses belajar
Proses belajar bisa terjadi karena adanya empat unsur yang mendorong proses belajar tersebut (Schiffman dan Kanuk 2000; London dan Della Bitta 1993).
1.      Motivasi, adalah daya dorong dari dalam diri konsumen yang muncul karena adanya kebutuhan.
2.      Isyarat, merupakan stimulus yang mengarahkan motivasi tersebut. Isyarat akan mempengaruhi cara konsumen bereaksi terhadap suatu motivasi. Contoh dari isyarat yaitu iklan, kemasan produk, harga dan produk display.
3.      Respon. Proses belajar terjadi apabila adanya respon dari konsumen, respon merupakan reaksi konsumen terhadap isyarat.
4.      Pendorong atau penguatan (reinforcement), yaitu sesuatu yang meningkatkan kecenderungan seorang konsumen untuk berperilaku pada masa yang akan datang karena adanya isyarat/stimulus.
Jenis-jenis proses belajar
            Proses belajar diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu:
1.      Proses belajar kognitif (cognitive approach)
-          Proses belajar yang dicirikan oleh adanya perubahan pengetahuan, yang menekankan kepada proses mental konsumen untuk mempelajari informasi. Proses belajar kognitif membahas bagaimana informasi ditransfer dan disimpan di memori jangka panjang.
2.      Proses belajar perilaku (behaviorist approach)
-          Proses belajar yang terjadi ketika konsumen bereaksi terhadap lingkungannya atau stimulus luar. Proses belajar perilaku terbagi menjadi 3 yaitu:
§      Proses belajar classical conditioning
§      Proses belajar instrumental conditioning
§      Proses belajar vicarious learning (observational atau social learnig)
Classsical conditioning
            Suatu teori belajar uang mengutarakan bahwa makhluk hidup, baik manusia maupun binatang adalah makhluk pasif yang bisa diajarkan perilaku tertentu melalui pengulangan (repetition atau conditioning, Schiffman dan Kanuk 2000 hal 162). Model belajar classical conditioning pertama diutarakan oleh Ivan Pavlov, seorang psikolog rusia yang melakukan percobaan pada seekor anjing dan bel. Dalam percobaan Pavlov tersebut, ada beberapa terminologi yang harus dipahami. Pertama bunyi bel adalah conditioned stimulus (CS) yaitu suatu stimulus yang secara alamiah tidak bisa menyebabkan anjing berliur, atau suatu stimulus yang netral. Kedua, piring berisi daging adalah unconditioned stimulus (UCS) yaitu suatu stimulus yang bisa menghasilkan suatu respons (anjing berliur). Piring yang berisi daging (UCS) akan menyebabkan anjing berliur, ketika anjing berliur inilah yang disebut sebagai unconditioned response (UCR). Selanjutnya, karena anjing dikondisikan berulang-ulang dengan bel dan sepiring daging, maka bel tersebut (CS) akan menyebabkan anjing berliur. Anjing yang berliur karena mendengarkan bel disebut sebagai conditioned response (CR).
Classical conditioning terkait pemasaran
            Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang bisa berfungsi sebagai unconditional stimuli dan dimanfaatkan dalam komunikasi pemasaran. Iklan banyak yang menggunakan musik sebagai unconditional stimuli. Produk/merek yang dipromosikan adalah conditioned stimuli. Musik yang menyenangkan akan menghasilkan unconditioned response pada diri konsumen yaitu perasaan senang pada diri konsumen. Selanjutnya, karena konsumen menyenangi musiknya, maka ia pun diharapkan akan menyukai produk/merek yang mendampingi musik tersebut. Merek produk tersebut diharapkan akan menghasilkan conditioned response pada diri konsumen (konsumen menyukai dan membeli produk yang diiklankan tersebut). Inilah prinsip classical conditioning yang diaplikasikan di dalam iklan suatu produk.
Aplikasi classical conditioning dalam pemasaran
  1. Pengulangan, yaitu proses menyampaikan pesan kepada konsumen berulang kali dengan frekuensi yang berkali-kali.
  2. Generalisasi stimulus, adalah kemampuan seorang konsumen untuk bereaksi sama terhadap stimulus yang relatif berbeda. Pemahaman generalisasi stimulus biasanya diterapkan dalam pemasaran untuk membuat merek dan kemasan seperti berikut ini.
    1. Perluasan lini produk: perluasan bentuk produk dan perluasan kategori produk.
    2. Merek keluarga (Family Branding): memberikan merek yang sama kepada semua lini produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
    3. Me-too Products (Look-Alike Packaging): konsep dimana membuat kemasan mirip dengan kemasan produk pesaing, yang biasa melakukan ini adalah follower yang berusaha membuat kemiripan dengan produk pemimpin pasar.
    4. Similar name: konsepnya sama dengan me-too products tapi bukan hanya kemasa yang dibuat mirip, tapi juga diberi merek yang mirip. Misalkan: OREO versus RODEO, NYAM-NYAM versus NYAN-NYAN, dan lainnya.
    5. Licensing: praktik pemberian merek dengan menggunakan nama-nama selebriti, nama desainer, nama produsen, nama perusahaan, bahkan tokoh-tokoh film kartun.
    6. Generalisasi situasi pemakaian (Generalizing usage situation): perluasan pemakaian produk-produk yang sudah terkenal. Misalnya: iklan FATIGON, tablet suplemen yang diiklankan di TV yang mengkomunikasikan bahwa suplemen tersebut juga baik untuk wanita bukan untuk pria saja. Produsen fatigon mengajarkan konsumen untuk membuat generalisasi bahwa FATIGON sama baiknya untuk pria maupun wanita.
  3. Diskriminasi stimulus, adalah lawan dari generalisasi stimulus. Pada diskriminasi stimulus, konsumen diharapkan bisa mengambil kesimpulan berbeda terhadap beberapa stimulus yang mirip satu dengan yang lainnya. Ketika konsumen mampu membedakan (mendiskriminasikan) berbagai stimulus yang mirip, maka konsumen telah melakukan proses belajar classical conditioning. Karena itu diskriminasi stimulus biasanya dipakai untuk melakukan positioning dan differensiasi produk oleh pemimpin pasar atau produsen pada umumnya.
Proses Belajar Instrumental (Operant Conditioning)
           Proses belajar yang terjadi pada diri konsumen akibat konsumen menerima imbalan yang positif atau negatif (rewards) karena mengkonsumsi suatu produk sebelumnya. Empat konsep penting operant conditioning adalah sebagai berikut.
  1. Penguatan (Reinforcement), terdiri dari 2 yaitu:
a.      Penguatan Positif (Positive Reinforcement), adalah hal-hal positif yang diterima konsumen karena mengkonsumsi atau membeli suatu produk. Pengaruh dari positive reinforcement adalah meningkatkan kecenderungan seorang konsumen untuk membeli ulang produk tersebut.
b.      Penguatan negatif (Negative Reinforcement), adalah hal-hal negatif atau sesuatu yang tidak menyenangkan yang akan dirasakan konsumen karena ia tidak mngkonsumsi atau membeli suatu produk atau jasa. Negative reinforcement akan meningkatkan kecenderungan seorang konsumen untuk membeli produk/jasa tersebut untuk menghilangkan negative reinforcement tersebut. Misalnya : iklan dengan pesan rasa sakit pada produk obat-obatan.
3.      Hukuman berbeda dengan negative reinforcement, hukuman adalah hal-hal negatif atau hal yang tidak menyenangkan yang diterima konsumen karena dia melakukan suatu perbuatan.
4.      Kepunahan (Extinction), muncul ketika konsumen menganggap bahwa stimulus tidak dapat memberikan kepuasan yang diharapkannya. Kekecewaan atas suatu produk menyebabkan dihentikannya pembelian suatu produk.
5.      Shaping, konsep shaping adalah dimana konsumen diarahkan untuk melakukan suatu perilaku sebelum dia bisa melakukan perilaku yang diharapkan produsen.



Bentuk penguatan
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) mengusulkan dua bentuk penguatan yang bisa diberikan kepada konsumen, yaitu product reinforcement dan nonproduct reinforcement. Keduanya disebut sebagai reinforcement from product consumption. Ada beberapa cara bagaimana penguatan diberikan kepada konsumen (Solomon, 1999 dan Peter dan Olson, 1999) yaitu fixed-interval reinforcement, variable-interval reinforcement, fixed-ratio reinforcement (schedule), dan variable-ratio reinforcement (schedule).
Observational Learning (Vicarious Learning)
            Proses belajar yang dilakukan konsumen ketika ia mengamati tindakan dan perilaku orang lain dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Konsumen meniru perilaku dari orang lain tersebut, sehingga dikenal sebagai modeling. Para pemasar terutama pembuat iklan sangat menyadari pentingnya model observational learning dalam membuat pesan produk. Mereka banyak menggunakan selebriti dan artis sebagai bintang iklan, dengan harapan akan menjadi model bagi konsumen yang akan mempengaruhi perilaku konsumen tersebut. Peter dan Olson (1999) menyebutkan tiga penggunaan vicarious learning dalam strategi pemasaran, antara lain :
  1. Mengembangkan respons baru
  2. Mencegah respons yang tidak dikehendaki
  3. Memfasilitasi respons

......summarized by Desi Erfi Susanti (majoring in Departement of Community Nutrition, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia) based on Ujang Sumarwan.2003. Perilaku Konsumen: teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Consumer Behaviour: Theory and Application in Marketing)
www.ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id

RESUME BAB 6. PENGETAHUAN KONSUMEN


BAB 6. PENGETAHUAN KONSUMEN
(CHAPTER SIX. CONSUMER KNOWLEDGE)

Pengetahuan konsumen merupakan output/.hasil dari proses belajar konsumen. Pengetahuan konsumen adalah semua informasi yang dimiliki konsumen mengenai berbagai macam produk dan jasa, serta pengetahuan lainnya yang terkait dengan produk dan jasa tersebut dan informasi yang berhubungan dengan fungsinya sebagai konsumen.
Engel, Blackwell dan Miniard (1995) membagi pengetahuan konsumen ke dalam tiga macam, yaitu (1) pengetahuan produk, (2) pengetahuan pembelian, (3) pengetahuan pemakaian.
Pengetahuan Produk
            Pengetahuan produk adalah kumpulan berbagai macam informasi mengenai produk. Pengetahuan ini meliputi kategori produk, merek, terminologi produk, atribut atau fitur produk, harga produk dan kepercayaan mengenai produk. Tingkat pengetahuan produk d
iantaranya adalah kelas produk (product class), bentuk produk (product form), merek (brand), model/fitur (model/features).
            Jenis pengetahuan produk dibagi menjadi tiga (Peter dan Olson, 1999), yaitu sebagai berikut.
  1. Pengetahuan atribut produk. Atribut suatu produk dibedakan ke dalam stribut fisik dan atribut abstrak. Atribut fisik menggambarkan cirri-ciri fisik dari suatu produk, misalnya ukuran, bentuk, warna, model, dan lain-lain. Atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi konsumen.
  2. Pengetahuan manfaat produk. Pengetahuan akan manfaat produk penting karena akan mempengaruhi keputusan pembeliannya. Konsumen akan merasakan dua jenis manfaat setelah mengkonsumsi suatu produk yaitu.
    • Manfaat fungsional (functional consequences) adalah manfaat yang dirasakan konsumen secara fisiologis. Misalnya, minum teh SOSRO akan menghilangkan rasa haus.
    • Manfaat psikososial adalah aspek psikologis (perasaan, emosi, dan mood) dan aspek sosial (persepsi konsumen terhadap bagaimana pandangan orang lain terhadap dirinya) yang dirasakan konsumen setelah mengkonsumsi suatu produk. Misalnya, seorang konsumen selalu menggunakan parfum karena merasa lebih percaya diri.
Konsumen bukan hanya merasakan manfaat positif seperti diatas, konsumen juga merasakan manfaat negatif sebagai konsekuensi dari megkonsumsi atau menghindari produk-produk tertentu. Manfaat negatif yang dirasakan oleh konsumen disebut juga sebagai risiko yang akan didapat oleh konsumen akibat mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu produk. Konsumen seringkali merasakan manfaat negatif tersebut berdasarkan kepada persepsinya mengenai manfaat tersebut. Inilah yang disebut sebagai persepsi risiko (perceived risk). Persepsi risiko dapat dibagi menjadi 7 macam, yaitu sebagai berikut.
a.      risiko fungsi (functional risk atau performance risk): risiko karena produk tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
b.      Risiko keuangan (financial risk): kesulitan keuangan yang dihadapi konsumen setelah dia membeli suatu produk atau jasa.
c.      Risiko fisik (physical risk): dampak negatif yang dirasakan konsumen karena menggunakan suatu produk.
d.      Risiko psikologis (psychological risk): perasaan, emosi atau ego yang dirasakan konsumen karena mengkonsumsi, membeli atau menggunakan suatu produk.
e.      Risiko social (social risk): persepsi konsumen mengenai pendapat terhadap dirinya dari orang-orang sekelilingnya karena membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa.
f.        Risiko waktu (time risk): waktu sia-sia yang akan dihabiskan konsumen karena membeli atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa.
g.      Risiko hilangnya kesempatan (opportunity loss): kehilangan kesempatan untuk melakukan hal lain karena konsumen menggunakan, membeli, atau mengkonsumsi suatu produk atau jasa.
h.       
Pengetahuan Pembelian
            Ketika konsumen akan memutuskan untuk membeli suatu produk, maka ia akan menentukan di mana ia membeli produk tersebut dan kapan akan membelinya. Keputusan konsumen mengenai tempat pembelian produk akan sangat ditentukan oleh pengetahuannya. Implikasi penting bagi strategi pemasaran adalah memberikan informasi kepada konsumen di mana konsumen bisa memblei produk tersebut. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) pengetahuan pembelian terdiri atas pengetahuan tentang took, lokasi produk di dalam toko tersebut, dan penempatan produk yang sebenarnya di dalam took tersebut.
            Perilaku membeli memiliki urutan sebagai berikut:
  • Store contract, meliputi tindakan mencari outlet, pergi ke outlet, dan memasuki outlet.
  • Product contract, konsumen mencari lokasi produk, mengambil produk tersebut dan membawanya ke kasir.
  • Transaction contract: konsumen akan membayar produk tersebut dengan tunai, kartu kredit, kartu debet, atau alat pembayaran lainnya.

Pengetahuan Pemakaian
Suatu produk akan membrikan manfaat kepada konsumen jika produk tersebut telah digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Agar produk tersebut bisa memberikan manfaat yang maksimal dan keputusan yang tinggi, maka konsumen harus bisa menggunakan atau mengkonsumsi produk tersebu dengan benar. Kesalahan yang dilakukan oleh konsumenbdalam menggunakan suatu produk akan menyebabkan produk tidak berfungi dengan baik. Produsen berkewajiban memberikan informasi yang cukup agar konsumen mengetahui cara pemakaian suatu produk. Pengetahuan pemakaian suatu produk adalah penting bagi konsumen.

......summarized by Desi Erfi Susanti (majoring in Departement of Community Nutrition, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia) based on Ujang Sumarwan.2003. Perilaku Konsumen: teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Consumer Behaviour: Theory and Application in Marketing) www.ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id
BAB 7. SIKAP KONSUMEN
(CHAPTER SEVEN. CONSUMER ATTITUDES)

Sikap (attitudes) konsumen adalah faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan konsumen. Konsep sikap sangat terkait dengan konsep kepercayaan (belief) dan perilaku (behaviour). Pengetahuan konsumen juga termasuk ke dalam kepercayaan konsumen. Namun, pengetahuan seseorang tidak selalu berkorelasi lurus dengan sikap. Sikap merupakan ungkapan perasaan konsumen tentang suatu objek apakah disukai atau tidak, dan sikap juga bisa menggambarkan kepercayaan konsumen terhadap berbagai atribut dan manfaat dari objek tersebut. Beberapa karakteristik sikap diantaranya adalah sebagai berikut.
Ø      Sikap memiliki objek, objek bisa terkait dengan berbagai konsep konsumsi dan pemasaran seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan, penggunaan, media, dan sebagainya.
Ø      Konsistensi sikap
Ø      Sikap postif, negatif dan netral
Ø      Intensitas sikap: sikap seorang konsumen terhadap suatu merek produk akan bervariasi tingkatannya, ada yang sangat menyukai atau bahakan begitu sangat tidak menyukai.
Ø      Resistensi sikap (Resistance): seberapa besar sikap seorang konsumen bisa berubah.
Ø      Persistensi sikap (Persistance): sikap akan berubah karena berlalunya waktu.
Ø      Keyakinan sikap (Confidence): kepercayaan konsumen mengenai kebenaran sikap yang dimilikinya.
Ø      Sikap dan situasi: sikap terhadap objek sringkali muncul dalam konteks situasi.
Sumber pembentukan sikap konsumen dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu sebagai berikut.
·          Pengalaman pribadi, misalkan: pengalaman waktu kecil yang sangat berkesan dan membekas dalam hidup sehingga bisa mempengaruhi sikap.
·          Pengaruh keluarga, karena keluarga adalah orang pertama yang mempengaruhi sikap anak.
·          Pengaruh teman, misalnya pengaruh lingkungan social, yang meberi pengaruh sangat besar, karena terutama pada usia remaja dan dewasa senbagian hidupnya lebih sering dihabiskan bersama teman-temannya.
·          Pemasaran langsung
·          Media massa
Schiffman dan Kanuk (2000) mengemukakan empat fungsi dari sikap, yaitu.
1.      Fungsi utilitarian (The utilitarian function), dimana seorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk karena ingin memperoleh manfaat dari produk (rewards) tersebut atau menghindari risiko dari produk (punishment).
2.      Fungsi mempertahankan ego (The ego-defensive function), sikap yang berfungsi untuk melindungi seseorang (citra diri-self images) dari keraguan yang muncul dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi ancaman bagi dirinya.
3.      Fungsi ekspresi nilai (The value-expressive function), sikap yang berfungsi utnuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas social dari seseorang.
4.      Fungsi pengetahuan (The knowledge function), pengetahuan yang baik mengenai suatu produk seringkali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut. Karena itu sikap positif  terhadap suatu produk seringkali mencerminkan pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.
Strategi mengubah sikap konsumen, diantaranya adalah sebagai berikut.
v      Kombinasi beberapa fungsi.
v      Mengasosiasikan produk dengan sebuah kelompok atau peristiwa tertentu.
v      Memecahkan konflik dua sikap yang berlawanan.
v      Mengubah evaluasi relatif terhadap atribut.
v      Mengubah kepercayaan merek.
v      Menambahkan sebuah atribut pada produk.
v      Mengubah penilaian merek secara menyeluruh.
v      Mengubah kepercayaan terhadap merek pesaing.

Model Sikap
Model Tiga Komponen (Tricomponent Attitude Model)
            Menurut tricomponent attitude model (Schiffman dan Kanuk, 1994; dan Engel, Blackwell dan Miniard, 1993), sikap terdiri atas tiga komponen: kognitif, afektif dan konatif. Kognitifadalah pengetahuan dan persepsi konsumen yang diperoleh melalui pengalaman dengan suatu objek-sikap dan informasi dari berbagai sumber. Afektif menggmabrakan emosi dan perasaan konsumen, yaitu menunjukkan penilaian langsung dan umum terhadap suatu produk, apakah produk itu disukai atau tidak disukai atau apakah produk itu baik atau buruk (as primarily evaluative in nature). Konatif menunjukkan tinbdakan seseorang atau kecenderungan perilaku terhadap suatu objek, berkaitan dengan tindakan atau perilaku yang akan dilakukan oleh seorang konsumen (likelihood or tendency) dan sering disebut juga sebagai intention.

Model Sikap Multiatribut Fishbein
            Model sikap ini merupakan pengukuran sikap paling populer digunakan oleh para peneliti konsumen, yang terdiri atas tiga model: the attitude-toward– object-model, the attitude-toward–behavior model, dan the theory-of-reasoned-action model. Model sikap multiatribut menjelaskan bahwa sikap konsumen terhadap suatu objek sikap (produk atau merek) sangat ditentukan oleh sikap konsumen terhadap atribut-atribut yang dievaluasi. Model tersebut disebut dengan multiatribut karena evaluasi konsumen terhadap objek berdasarkan kepada evaluasinya terhadap banyak atribut yang dimiliki oleh objek tersebut. Model ini digunakan untuk mengukur sikap konsumen terhadap sebuah produk (pelayanan/jasa) atau berbagai merek produk. Model multiatribut menekankan adanya salience of attributes. Salience artinya tingkat kepentingan yang diberikan konsumen kepada sebuah atribut.


Model Sikap Angka Ideal (The Ideal-point Model)
Model angka ideal ini akan meberikan informasi mengenai sikap konsumen terhadap merek suatu produk dan sekaligus bisa memberikan informasi mengenai merek ideal yang dirasakan konsumen. Pada prinsipnya, model angka ideal ini membrikan informasi mengenai evaluasi konsumen terhadap apa yang dirasakan (yang sesungguhnya) oleh konsumen dan apa yang diinginkan (yang ideal) oleh konsumen. Model ini mengukur gap (perbedaan) antara apa yang ideal dengan apa yang sesungguhnya dirasakan oleh konsumen. Terdapat perbedaan utama antara model Fishbein dan Ideal, yaitu terletak pada pengukuran sikap ideal menurut konsumen. Fishbein tiak mengukur sikap ideal menurut konsumen.

......summarized by Desi Erfi Susanti (majoring in Departement of Community Nutrition, Bogor Agricultural University, Bogor, Indonesia) based on Ujang Sumarwan.2003. Perilaku Konsumen: teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Consumer Behaviour: Theory and Application in Marketing)
  www.ujangsumarwan.blog.mb.ipb.ac.id